HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Fakta! Guru Cukur Rambut Siswa Bisa Kena Pidana 5 Tahun dan Denda 100 Juta

Fakta! Guru Cukur Rambut Siswa Bisa Kena Pidana 5 Tahun dan Denda 100 Juta
Ilustrasi By: Pixabay

KabaRakyat.web.id - Kasus pendisiplinan siswa di sekolah melalui hukuman cukur rambut kembali memicu perdebatan di masyarakat. Di berbagai daerah di Indonesia, seperti berita di Majalengka, Banyuwangi dan lainnya, beberapa guru terlibat masalah hukum setelah mencukur rambut siswa yang gondrong.

Meski niat guru tersebut adalah untuk mendisiplinkan siswa sesuai dengan aturan sekolah, tindakan tersebut kerap dipandang sebagai bentuk kekerasan terhadap anak.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih edukatif dalam mendisiplinkan siswa. Menurutnya, hukuman yang bersifat fisik, seperti mencukur rambut, tidak selalu efektif dalam jangka panjang.

Ia menyarankan agar sekolah dan guru mencari metode lain yang lebih mendukung pengembangan perilaku anak, daripada hanya memberikan hukuman yang mungkin dianggap menyakitkan atau memalukan.

Susanto menjelaskan bahwa banyak guru masih memandang sanksi sebagai cara utama untuk menegakkan disiplin. Namun, ia menegaskan bahwa pendekatan yang mengandalkan hukuman hanya memberikan dampak sementara dan tidak selalu berhasil membentuk perilaku positif pada anak. Sebaliknya, pendidikan yang menekankan perubahan perilaku melalui pendekatan yang mendidik dapat memberikan hasil yang lebih baik.

Kasus yang terjadi di SDN Penjalin Kidul V, Majalengka, menjadi contoh nyata bagaimana hukuman cukur rambut dapat memicu masalah hukum.

Pada tahun 2012, seorang guru berinisial AS didakwa atas tindakan penganiayaan setelah mencukur rambut salah satu muridnya. Meski akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung, proses hukum yang panjang menunjukkan kompleksitas dalam penerapan aturan disiplin di sekolah.

Seiring dengan berkembangnya kasus serupa, seperti yang terjadi di Jawa Barat pada tahun 2016, muncul pertanyaan tentang batasan antara pendisiplinan dan kekerasan.

Tindakan mencukur rambut siswa yang gondrong atau mewarnai rambut faktanya seringkali dianggap sebagai cara yang cepat untuk menegakkan aturan sekolah, namun beberapa pihak menganggapnya sebagai bentuk diskriminasi atau perlakuan yang tidak menyenangkan bagi anak.

Sigit Wacono, seorang pemerhati pendidikan, menekankan pentingnya komunikasi antara sekolah dan orang tua sebelum menjatuhkan sanksi terhadap siswa.

Ia menyarankan agar pihak sekolah terlebih dahulu memberikan teguran atau surat pemberitahuan kepada orang tua, bahkan menggunakan media komunikasi modern seperti WhatsApp. Langkah ini dinilai lebih bijak daripada langsung memberikan hukuman fisik yang dapat menimbulkan masalah hukum.

Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia, terutama pasal 77 dan 80, mengatur bahwa setiap bentuk diskriminasi atau kekerasan terhadap anak dapat dikenai sanksi pidana.

Dengan ancaman hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda mencapai 100 juta rupiah, hal ini menggarisbawahi pentingnya kehati-hatian dalam menerapkan disiplin di sekolah.

Info Perlu diingat bahwa pendidikan seharusnya tidak menakut-nakuti siswa, melainkan membimbing mereka untuk menjadi individu yang berintelektual.

Penerapan sanksi yang lebih edukatif dan tidak merendahkan martabat anak menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan mendidik.

Para ahli dan praktisi pendidikan mengingatkan bahwa pendekatan yang lebih manusiawi dan mendidik perlu diutamakan. Pihak sekolah dan Dinas Pendidikan diharapkan untuk memberikan panduan yang jelas kepada guru mengenai metode disiplin yang tepat, tanpa melanggar hak anak.

Secara keseluruhan, polemik mengenai hukuman cukur rambut ini menunjukkan perlunya evaluasi terhadap sistem disiplin di sekolah. Meskipun aturan perlu ditegakkan, pendekatan yang diterapkan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang pada perkembangan emosional dan sosial siswa.

Posting Komentar