HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

OpenAI Rugi Triliunan, Akankah ChatGPT Tetap Bisa Diakses Gratis?

OpenAI Rugi Triliunan, Akankah ChatGPT Tetap Bisa Diakses Gratis?
Ilustrasi by: Pixabay

Sumatra Barat, KabaRakyat.web.id - Jakarta, KabaRakyat – OpenAI telah memulai kampanye pengumuman harian selama 12 hari, mengungkap berbagai inovasi dan perubahan yang diusung perusahaan.

Namun, satu pengumuman yang paling ditakutkan banyak pengguna benar-benar terjadi: akses gratis ke ChatGPT diprediksi akan segera berakhir, mengubah cara masyarakat menggunakan kecerdasan buatan dalam kehidupan sehari-hari.

OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, diketahui mengalami kerugian besar meskipun telah mengumpulkan dana investor hingga $21,9 miliar atau sekitar Rp346 triliun. Dalam laporan terakhir, mereka dilaporkan merugi $5 miliar (Rp79 triliun) hanya dalam satu tahun operasional.

Ini adalah bagian dari strategi “bakar uang” yang umum dilakukan oleh startup teknologi untuk mengakuisisi pelanggan sebanyak mungkin sebelum akhirnya memonetisasi layanan mereka.

Bagi banyak pengguna, termasuk kreator konten, ChatGPT telah menjadi alat vital. Seorang kreator mengakui bahwa hampir semua idenya dihasilkan dengan bantuan AI ini.

“Saya tidak memiliki tim kreatif. Semua yang kalian dengar dari video-video saya adalah gabungan dari pemikiran saya sendiri dan bantuan ChatGPT,” ujarnya.

Namun, ia juga menyadari bahwa ketergantungan ini adalah bagian dari strategi perusahaan. “Mereka memberi akses gratis untuk membuat kita terbiasa, lalu perlahan kita tidak bisa lepas dari produk mereka. Ketika ketergantungan sudah terbangun, barulah mereka mulai memonetisasi secara agresif.”

OpenAI sudah memperkenalkan model berbayar seperti “ChatGPT Plus” seharga $20 per bulan dan paket profesional dengan harga mencapai $200 per bulan. Diperkirakan, layanan gratis akan dihapus atau dibatasi secara signifikan.

“Saat ini, ChatGPT gratis adalah cara OpenAI mengumpulkan data dari pengguna untuk meningkatkan performa AI-nya. Namun, pengoperasiannya membutuhkan biaya sangat besar, sehingga cepat atau lambat, layanan gratis akan dihentikan,” ungkap seorang analis teknologi.

Kondisi ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga perusahaan kecil dan menengah yang telah menggunakan ChatGPT sebagai solusi efisien untuk mengurangi biaya operasional.

Di Indonesia, kenaikan harga atau pembatasan akses ChatGPT akan menjadi tantangan besar. Rupiah yang lemah membuat biaya layanan berlangganan menjadi jauh lebih mahal dibandingkan negara-negara maju.

“Yang kaya akan semakin kaya karena memiliki akses ke teknologi AI, sementara masyarakat dengan penghasilan rendah akan semakin sulit bersaing,” ujar seorang pengamat ekonomi digital.

Kesenjangan ini semakin terlihat dengan munculnya layanan AI eksklusif yang hanya terjangkau bagi perusahaan besar. Diprediksi, perusahaan-perusahaan tersebut akan menggantikan banyak pekerja manusia dengan agen AI untuk mengurangi biaya operasional.

Meski demikian, masih ada harapan. Proyek AI berbasis desentralisasi seperti Bitensor dipandang sebagai solusi potensial untuk menciptakan teknologi yang lebih terjangkau dan terbuka bagi masyarakat umum. Bitensor mengusung konsep open-source tanpa kendali satu perusahaan tunggal, sehingga penggunaannya lebih transparan dan tidak bias.

“Bitensor bisa menjadi alternatif jika dikembangkan dengan baik. Namun, ini membutuhkan adopsi besar-besaran untuk bisa bersaing dengan AI komersial seperti ChatGPT,” jelas seorang pakar teknologi.

Sobat KabaRakyat, AI akan terus berkembang menjadi alat yang semakin canggih. Namun, seperti yang kita lihat, akses terhadap teknologi ini mungkin menjadi lebih eksklusif di masa depan. Apakah Anda siap menghadapi perubahan ini? Mari kita diskusikan di kolom komentar.

Posting Komentar