HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Tarif PPN Naik Jadi 12% di 2025, Masyarakat Siap-Siap Tercekik?

Tarif PPN Naik Jadi 12% di 2025, Masyarakat Siap-Siap Tercekik?

Jakarta, KabaRakyat.web.id - Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani telah memastikan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan meningkat dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Kebijakan ini memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat yang khawatir akan dampaknya terhadap biaya hidup.

Menurut Sri Mulyani, kenaikan PPN ini diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, di sisi lain, masyarakat merasa beban ekonomi mereka semakin berat akibat kenaikan ini.

Jika PPN di Indonesia naik menjadi 12%, tarif ini akan menjadi yang tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Filipina, yang menetapkan tarif serupa sejak 2006. Sementara itu, negara-negara seperti Malaysia dan Singapura memiliki tarif PPN yang lebih rendah, yakni di kisaran 6%-8%.

Namun, kondisi ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat di negara-negara tersebut menjadi perhatian. Di Filipina, meskipun kenaikan PPN berdampak pada peningkatan pendapatan negara dan GDP, inflasi serta penurunan daya beli masyarakat menjadi efek samping yang cukup besar.

Kenaikan PPN diprediksi akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa, yang otomatis memengaruhi daya beli masyarakat. Pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) pun terancam karena konsumen akan lebih selektif dalam berbelanja.

“Kenaikan dari 10% ke 12% itu bukan sekadar 2%, melainkan peningkatan sebesar 20% dari tarif awal. Beban ini tentu dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujar seorang pengamat ekonomi.

Sejumlah kritik muncul terkait waktu penerapan kenaikan PPN ini. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, termasuk konflik Timur Tengah dan ketegangan dagang antara AS dan China, banyak pihak menilai bahwa tahun 2025 bukanlah waktu yang tepat.

“Jika pemerintah ingin menaikkan pajak, harus ada jaminan bahwa dana tersebut benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat, seperti bantuan sosial, subsidi pangan, atau program pendidikan gratis,” ujar seorang ekonom.

Selain itu, kritik juga diarahkan pada cara pemerintah menyampaikan kebijakan ini. Pernyataan Sri Mulyani yang sempat meminta masyarakat yang tidak setuju dengan kenaikan pajak untuk “keluar dari Indonesia” memicu respons negatif.

Banyak yang menganggap pernyataan tersebut tidak bijak dan justru memperkeruh hubungan antara pemerintah dan masyarakat.

Untuk pemerintah, para pakar menyarankan agar kebijakan ini diiringi dengan program kompensasi yang jelas. Subsidi untuk sektor-sektor strategis, seperti pangan dan energi, harus ditingkatkan untuk meringankan beban masyarakat.

Transparansi penggunaan dana pajak juga menjadi kunci agar masyarakat dapat menerima kebijakan ini dengan lebih lapang dada.

Di sisi lain, masyarakat diimbau untuk mempersiapkan diri menghadapi kenaikan ini. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

  1. Mengurangi pengeluaran tidak produktif dan lebih fokus pada kebutuhan primer.

  2. Meningkatkan pendapatan melalui pengembangan keterampilan atau membuka usaha sampingan.

  3. Menghindari utang dengan bunga tinggi, seperti kartu kredit atau pinjaman online.

  4. Mulai berinvestasi, agar uang dapat tumbuh seiring dengan inflasi.

Sobat KabaRakyat, kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 tampaknya sudah menjadi keputusan yang sulit dihindari. Meski banyak tantangan, harapannya adalah kebijakan ini dapat diimbangi dengan langkah nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bagaimana pendapat Anda tentang kebijakan ini? Apakah ini langkah strategis atau justru membebani rakyat? Tulis komentar Anda di bawah, ya!

Posting Komentar