Inovasi Penghijauan Gurun Tiongkok: Kelinci Rex Jadi Solusi Atasi Penggurunan

Sumbar, KabaRakyat.web.id - Ketika kita membayangkan gurun, yang terlintas adalah hamparan luas yang tandus dengan pasir kuning yang menyulitkan tanaman untuk tumbuh. Namun, kondisi ini mulai berubah drastis di Tiongkok, di mana upaya inovatif berhasil membalikkan proses penggurunan.
Di suatu daerah, ratusan ribu bahkan jutaan ekor kelinci dibudidayakan sebagai bagian dari strategi untuk mengembalikan kehidupan di lahan tandus. Metode ini tidak hanya berhasil memperbaiki ekosistem yang rusak, tetapi juga membawa kemakmuran bagi masyarakat setempat.
Dulu, Tiongkok dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat penggurunan yang sangat parah. Selama bertahun-tahun, negara ini berjuang melawan erosi dan perluasan lahan gersang. Luas lahan yang terdampak penggurunan pernah mencapai angka mencengangkan, yaitu sekitar 1,7 juta kilometer persegi, dan terus bertambah sekitar 10.400 kilometer persegi setiap tahunnya.
Hingga tahun 2015, wilayah yang mengalami penggurunan telah menyentuh angka 2,6 juta kilometer persegi, sekitar sepertiga dari total daratan Tiongkok. Menyikapi situasi yang serius ini, pemerintah menyadari bahwa mengatasi penggurunan bukan hanya menjadi tanggung jawab nasional, tetapi juga kontribusi penting terhadap lingkungan global.
Sejak tahun 1988, para ilmuwan dan pengusaha di Tiongkok mulai mencari solusi yang lebih mendasar daripada sekadar menanam pohon dan pencegahan angin. Seorang ilmuwan ternama mengkritik strategi penghijauan yang semata-mata mengandalkan penanaman pohon dan menyarankan agar pendekatan yang lebih komprehensif diintegrasikan, meliputi padang rumput, lahan pertanian, dan peternakan.
Gagasan inilah yang menarik minat para pengusaha, yang mulai melihat peluang bisnis di lahan yang sebelumnya dianggap tidak bernilai. Mereka pun menggelontorkan dana besar hingga 750 juta Yuan untuk membangun lahan seluas 300.000 hektar yang ditanami dengan tanaman salx khas gurun dan menghijaukan 3 juta hektar lahan di sekitarnya, guna mengoptimalkan kombinasi antara pemulihan ekologi dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam upaya menciptakan solusi yang inovatif, para peneliti memilih kelinci sebagai agen perubahan. Setelah melakukan riset mendalam, mereka memutuskan untuk mengimpor kelinci Rex dari Prancis. Meskipun pada awalnya banyak yang meragukan peran kelinci dalam mengatasi penggurunan, kelinci Rex segera menunjukkan hasil yang luar biasa. Spesies ini, yang memiliki bulu pendek dan tubuh yang cukup besar, sangat cocok hidup di lingkungan kering dan bersih, seperti di gurun.
Kebiasaan kelinci untuk menggali tanah demi mencari akar rumput dan jerami ternyata memiliki dampak positif: aktivitas menggali tersebut membantu menggemburkan tanah dan meningkatkan aerasi, sehingga tanah menjadi lebih subur dan kaya nutrisi. Selain itu, kotoran kelinci dan sisa biji rumput yang tidak tercerna berfungsi sebagai pupuk alami, sehingga tingkat keberhasilan tumbuhnya tanaman gurun meningkat hingga lebih dari 96%.
Keberadaan kelinci Rex tidak hanya memberikan kontribusi ekologis, melainkan juga membuka peluang ekonomi. Dengan tingkat reproduksi yang sangat tinggi—mampu melahirkan hingga sekitar 40 anak per tahun—jumlah kelinci yang dibudidayakan pun cepat meningkat. Hingga saat ini, lebih dari 12,2 juta ekor kelinci telah berhasil dibudidayakan di wilayah gurun, sehingga pengelolaan lingkungan menjadi lebih efektif.
Daging kelinci yang lezat dan bulunya yang berkualitas tinggi menjadi komoditas yang diminati, sementara tanaman salx yang tumbuh di gurun berfungsi menahan pasir, mengurangi angin, dan menjadi sumber makanan bergizi bagi kelinci. Kombinasi antara kehutanan, padang rumput, dan pertanian gurun ini menciptakan rantai industri yang saling menguntungkan, sehingga tercapai keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan pengembangan ekonomi.
Seiring dengan meningkatnya skala peternakan kelinci Rex, vegetasi di wilayah gurun mulai pulih secara signifikan, membentuk oasis-oasis kecil yang tersebar di berbagai daerah. Ekosistem yang dulunya gersang kini berubah menjadi hijau, mempercantik lanskap alami dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Keberhasilan program pengelolaan gurun ini mendapat pengakuan global dan bahkan ditetapkan sebagai Zona Percontohan Ekonomi Ekologi Gurun oleh program lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hingga tahun 2021, tutupan vegetasi di wilayah gurun melonjak drastis, dari kurang dari 3% beberapa dekade lalu menjadi mencapai 84,7%, menandai transformasi besar yang mengubah gurun tandus menjadi oasis yang subur.
Saat ini, peternakan kelinci Rex telah menjadi industri utama bagi masyarakat lokal dengan pendapatan tahunan rata-rata mencapai sekitar 20.000 USD. Diperkirakan, pada tahun 2025, jumlah kelinci yang dibudidayakan di gurun Tiongkok akan melebihi 1,8 juta ekor. Selain itu, rantai industri yang berkembang—mulai dari peternakan ekologis hingga pariwisata berbasis budaya—memberikan dorongan kuat bagi pertumbuhan ekonomi daerah.
Memasuki era baru, Tiongkok semakin memanfaatkan teknologi seperti big data dan drone dalam pengelolaan gurun. Negara ini juga mendirikan pusat inovasi ekonomi hijau yang mengintegrasikan strategi ekonomi dan ekologi, menjadikan metode pengelolaan gurun sebagai model sukses yang diakui secara internasional.
Upaya berkelanjutan dalam penghijauan ini tidak hanya bertujuan untuk memulihkan lingkungan, tetapi juga didasarkan pada pemahaman mendalam mengenai potensi ekonomi hijau, sehingga kombinasi antara perlindungan lingkungan dan pembangunan ekonomi mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan mendapatkan pengakuan luas di seluruh dunia.