Kecurangan Minyakita 2025: Takaran Kurang, Harga Melambung
.jpg)
Jakarta, KabaRakyat.web.id - Menteri Pertanian Amran Sulaiman baru-baru ini menggegerkan publik dengan temuan mengejutkan. Dalam inspeksi mendadak di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada 8 Maret 2025, ia menemukan kecurangan. Minyak goreng Minyakita yang seharusnya 1 liter hanya berisi 750-800 mililiter. Sobat KabaRakyat, ini jadi sorotan besar.
Temuan ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Perdagangan Budi Santoso. Sebelumnya, Budi dengan yakin menyatakan bahwa kasus takaran Minyakita yang kurang adalah kasus lama. Ia menyebut masalah itu sudah ditindak dan tidak lagi beredar. Namun, Sobat KabaRakyat, fakta di lapangan berbeda.
Amran Sulaiman langsung membuktikan kecurangan tersebut di pasar. Minyakita yang tertera 1 liter dituang ke gelas ukur, hasilnya jauh di bawah takaran. Ia geram dan meminta perusahaan pelaku disegel jika terbukti bersalah. Sobat KabaRakyat, ini menunjukkan pengawasan yang lemah.
Salah satu produsen yang disebut adalah PT Artha Eka Global Asia. Minyakita dari perusahaan ini dijual Rp18.000, padahal harga eceran tertinggi (HET) hanya Rp15.700. Tak hanya takaran, harga juga jadi masalah serius. Sobat KabaRakyat, konsumen jelas dirugikan.
Pernyataan berbeda dari dua menteri ini membingungkan masyarakat. Budi Santoso bersikukuh bahwa Minyakita bermasalah sudah tidak ada di pasaran. Namun, temuan Amran membuktikan sebaliknya, menimbulkan tanda tanya besar. Sobat KabaRakyat, siapa yang harus dipercaya?
Minyakita sendiri bukan minyak subsidi, tapi harganya diatur pemerintah. Tujuannya membantu masyarakat mendapatkan minyak goreng terjangkau. Namun, kini malah jadi ajang kecurangan yang merugikan konsumen. Sobat KabaRakyat, niat baik ini ternyata disalahgunakan.
Tim TV1 turun langsung untuk menguji kebenaran ini. Mereka membeli Minyakita secara acak di pasar dan mengecek isinya. Hasilnya, dari kemasan bertuliskan 1 liter, hanya terisi sekitar 800 mililiter. Sobat KabaRakyat, fakta ini sulit dibantah.
Peneliti dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Niti Emiliana, ikut memverifikasi. Ia membuka botol Minyakita yang masih tersegel dan menuangkannya ke gelas ukur. Hasilnya sama, tak sampai 1 liter, hanya mendekati 800 mililiter. Sobat KabaRakyat, ini memalukan.
Niti menyoroti label kemasan yang tak mencantumkan berat bersih. Padahal, di izin edar BPOM, produk ini terdaftar sebagai 1 liter. Ketidaksesuaian ini menimbulkan dugaan adanya niat mengelabui konsumen. Sobat KabaRakyat, transparansi jelas bermasalah.
Harga juga jadi sorotan dalam investigasi ini. Tim TV1 membeli Minyakita seharga Rp17.000, di atas HET Rp15.700. Kuitansi pembelian menjadi bukti nyata ketidakpatuhan pedagang atau distributor. Sobat KabaRakyat, rantai distribusi perlu diperiksa.
Niti menjelaskan bahwa pengawasan premarket harusnya mencegah hal ini. Pemerintah, termasuk Kementerian Perdagangan dan BPOM, punya data kualitas dan kuantitas produk. Namun, di pasaran, konsumen tetap jadi korban kecurangan. Sobat KabaRakyat, ini tanggung jawab siapa?
Pedagang di pasar juga angkat bicara soal harga. Mereka mengaku membeli dari agen dengan harga Rp16.700 hingga Rp17.000 per botol. Jika dijual sesuai HET, mereka tak untung, bahkan rugi. Sobat KabaRakyat, pedagang kecil jadi pihak tersudut.
Menurut pedagang, agen atau distributor lah yang menaikkan harga. Mereka terpaksa menjual Rp18.000 agar mendapat keuntungan tipis. Ini menunjukkan masalah ada di hulu distribusi, bukan hanya di tingkat pengecer. Sobat KabaRakyat, pengawasan perlu diperketat.
Niti menegaskan bahwa pemerintah harus menelusuri rantai pasok ini. Dari produsen hingga pedagang, siapa yang markup harga dan kurangi takaran? Tanpa investigasi menyeluruh, konsumen terus dirugikan. Sobat KabaRakyat, kejelasan sangat dibutuhkan.
Masyarakat hanya bisa mengadu saat menemukan produk bermasalah. Pengawasan post-market bergantung pada laporan konsumen ke pemerintah atau lembaga seperti YLKI. Namun, tanpa tindakan tegas, keluhan ini sia-sia. Sobat KabaRakyat, sistem tampak lelet.
Kasus ini bukan sekadar video lama seperti klaim Budi Santoso. Temuan di 2025 menunjukkan masalah masih berlangsung. Pernyataan Menteri Perdagangan pun terbantahkan oleh fakta lapangan Amran Sulaiman. Sobat KabaRakyat, publik berhak marah.
Konsumen, terutama ibu-ibu dan UMKM, jadi korban utama. Mereka membeli Minyakita demi harga terjangkau, tapi malah dicurangi takaran dan harga. Niat pemerintah membantu rakyat justru berbalik jadi kerugian. Sobat KabaRakyat, ini ironis sekali.
YLKI dan masyarakat kini menanti tindakan nyata pemerintah. Amran meminta pelaku usaha nakal ditutup, tapi prosesnya harus transparan. Satgas Pangan dan BPOM harus bekerja serius menyelesaikan kasus ini. Sobat KabaRakyat, kita tunggu hasilnya.