Kim Jong Un Andalkan Nuklir untuk Ekonomi Korea Utara?

Sumbar, KabaRakyat.web.id - Korea Utara selalu memikat rasa ingin tahu dunia. Sobat KabaRakyat, negara ini dikenal sangat tertutup. Pemerintahan otoriter Kim Jong Un dan program nuklirnya sering jadi sorotan global.
Di balik drama militer, ekonominya nyaris lumpuh. Namun, rezim Kim tetap bertahan melawan sanksi internasional. Sobat KabaRakyat, bagaimana mereka bisa bertahan? Ini rahasia kekuatan ekonomi mereka.
Sejarah ekonomi Korea Utara dimulai dari abad ke-20. Sobat KabaRakyat, sebelum 1945, Jepang menguasai Semenanjung Korea. Mereka membangun industri berat di utara, seperti pertambangan dan manufaktur.
Setelah Perang Dunia II, Korea terbagi dua. Uni Soviet menguasai utara, Amerika Selatan. Sobat KabaRakyat, pada 1948, Korea Utara berdiri dengan sistem ekonomi komando terpusat.
Perang Korea usai pada 1953 mempertegas perpecahan. Awalnya, Korea Utara maju berkat bantuan Soviet dan Cina. Sobat KabaRakyat, industri berat mereka sempat unggul dibanding Korea Selatan.
Namun, runtuhnya Uni Soviet pada 1991 jadi pukulan. Bantuan ekonomi terhenti, sistem terpusat melemah. Sobat KabaRakyat, ini awal kemunduran ekonomi yang hingga kini belum pulih.
Kini, di bawah Kim Jong Un, ekonomi tetap kaku. PDB 2021 hanya 18 miliar dolar, jauh di bawah Korea Selatan. Sobat KabaRakyat, Won Korea Utara tak diakui dunia.
Militer dapat 25% PDB, rakyat terabaikan. Kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur minim anggaran. Sobat KabaRakyat, ketimpangan ekonomi makin nyata di kehidupan sehari-hari.
Ideologi Juche jadi fondasi ekonomi mereka. Juche berarti kemandirian, lahir dari Kim Il-sung. Sobat KabaRakyat, ini campuran Marxisme dan tradisi Korea, menolak dominasi asing.
Juche punya tiga prinsip: kemerdekaan, swasembada, dan pertahanan. Sobat KabaRakyat, ideologi ini jadi alat propaganda. Tapi, praktiknya malah memperburuk isolasi ekonomi negara.
Sistem songbun bagi masyarakat berdasarkan loyalitas. Lapisan bawah sulit akses sumber daya. Sobat KabaRakyat, ketidakadilan ini makin memperparah kondisi rakyat miskin.
Meski ada klaim perbaikan, tantangan besar tetap ada. Produksi pangan tak cukup, krisis terus berlanjut. Sobat KabaRakyat, fokus militer lebih diutamakan ketimbang kesejahteraan.
Sanksi internasional akibat nuklir jadi penyebab utama. Perdagangan global terhambat, ekonomi makin terpuruk. Sobat KabaRakyat, kelaparan 1990-an jadi bukti kelemahan sistem ini.
Pandemi Covid-19 tambah parah situasi. Perbatasan ditutup, perdagangan dengan Cina anjlok 90%. Sobat KabaRakyat, gagal panen dan minim pupuk memperburuk krisis pangan.
Sumber daya alam seperti batu bara potensial. Tapi, sanksi membatasi ekspor ke dunia. Sobat KabaRakyat, Korea Utara beralih ke cara ilegal untuk bertahan hidup.
Perdagangan gelap dan serangan siber jadi andalan. Mereka curi kripto miliaran dolar. Sobat KabaRakyat, Cina tetap jalur utama, sumbang 90% perdagangan luar negeri.
Bandingkan dengan Korea Selatan, kontrasnya jelas. Korea Selatan maju dengan ekonomi terbuka. Sobat KabaRakyat, pendapatan per kapita mereka ribuan kali lipat lebih tinggi.
Geopolitik jadi kekuatan Korea Utara. Program nuklir beri posisi tawar di dunia. Sobat KabaRakyat, aliansi dengan Rusia, Cina, dan Iran perkuat posisi melawan Barat.